Bencana Alam dan Inflasi di Sumatera Barat
PROVINSI Sumatera Barat menduduki posisi nomor empat tertinggi inflasi nasional (y-to-y) pada bulan Juni 2024 yaitu 4,04%. Inflasi tertinggi berada di Provinsi Papua Pegunungan (5,65%), disusul oleh Provinsi Sulawesi Utara (4,42%) diurutan kedua, dan Provinsi Papua Tengah (4,39%) di urutan ketiga.
Ada 2 Kabupaten di Sumatera Barat dengan angka inflasi tingkat nasional tertinggi, yaitu ; Kabupaten Pasaman Barat (5,71%) berada di urutan 4, dan Kabupaten Darmasraya (4,88%) di urutan 8. Sedangkan Kota Padang menempati urutan ke 10 dengan tingkat inflasi tertinggi (3,45%). Sumbangan angka inflasi dari 3 Kabupaten/Kota ini punya andil besar mengantarkan Sumatera Barat penyandang Provinsi dengan inflasi tertinggi ke empat nasional.
Menarik sajian data inflasi yang di-publish oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat pada acara High Level Meeting di Kantor Bank Indonesia Perwakilan Sumatera Barat, Rabu 31 Juli 2024 yang lalu. Inflasi Sumatera Barat periode Januari – Juni 2024 (m-to-m) sangat fluktuatif dan berbeda dengan fluktuasi inflasi periode yang sama tahun 2023 yang lalu.
Inflasi (m-to-m) tertinggi terjadi pada bulan Februari 2024 sebesar 1,17% (0,13% tahun 2023) yang sebelumnya di bulan Januari mengalami deflasi sebesar -0,32% (0,44% tahun 2023), kemudian turun menjadi 0,64% di bulan Maret 2024 (-0,09% tahun 2023), dan terus turun drastis menjadi -0,30% (deflasi) pada bulan April 2024 (-0,03% tahun 2023). Inflasi naik lagi di bulan Mai 2024 menjadi 0,51% (0,38% tahun 2023), lalu turun lagi menjadi 0,14% pada bulan Juni 2024 (-0,03% tahun 2023).
Trend inflasi (m-to-m) tahun 2024 bulan April – Mai – Juni mirip dengan trend inflasi (m-to-m) tahun 2023, tetapi berbeda jauh dengan trend bulan Januari – Februari – Maret. Pada awal tahun 2023 yang lalu angka inflasi Sumatera Barat cenderung turun dari 0,44% (bulan Januari 2023), turun menjadi 0,13% (bulan Februari 2023), terus turun menjadi deflasi -0,09% (bulan Maret 2023). Sementara pada awal tahun 2024 ini angka inflasi Sumatera Barat dari deflasi bulan Januari menjadi inflasi bulan Februari. Angka inflasi ini terus turun di bulan Maret dan menjadi deflasi di bulan April.
Ada dua komoditi yang paling berpengaruh terhadap angka inflasi Sumatera Barat bulan Juni 2024 yaitu ; Makanan, Minuman dan Tembakau (0,07%) dan Transportasi (0,05%). Cabai merah merupakan komoditi pendorong terbesar (0,13%) angka inflasi tersebut jika dibandingkan dengan komoditi pendorong lainnya.
Fluktuatif angka inflasi Sumatera Barat tahun 2024 ini tentu berkaitan erat dengan bencana alam yang dialami oleh Provinsi Sumatera Barat yang diawali dengan terjadinya erupsi Gunung Marapi bulan Desember 2023 yang lalu, yang disusul dengan terjadinya banjir longsor pada tanggal 7 dan 8 Maret 2024, kemudian bencana banjir dan longsor yang lebih parah terjadi lagi pada tanggal 11 dan 12 Mai 2024.
Berdasarkan lokasi dan luas wilayah terdampak ternyata bencana alam tersebut melanda beberapa daerah sentra produksi strategis pangan di Sumatera Barat. Merujuk kepada data yang dirilis oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Barat daerah-daerah Kabupaten/Kota penghasil komoditi pangan strategis adalah daerah-daerah dengan frekuensi kejadian bencana alam yang cukup tinggi, yaitu ; Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten Solok. Hal ini terbukti dengan kejadian bencana alam beruntun yang terjadi dalam wilayah tersebut baru-baru ini.
Hampir 6.000 Ha lahan sawah yang rusak akibat bencana banjir di Kabupaten Pesisir Selatan bulan Maret yang lalu. Kamudian disusul ribuan Ha pula lahan pertanian rusak di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar akibat bencana banjir dan longsor bulan Mai yang lalu. Masih ditambah lahan pertanian disekitar Gunung Marapi yang rusak akibat erupsi dan tidak dapat ditanami lagi.
Hal ini diperparah dengan rusaknya lebih dari 17 komponen saluran irigasi di Tanah Datar yang mengakibatkan terganggunya pasokan air ke areal pertanian. Kerugian yang dialami akibat komoditi produksi cabai diperkirakan mencapai angka sekitar 107.000 ton atau sekitar 84% dari total produksi cabai Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2023 yang lalu.
Mendung di Sumatera Barat masih diperparah oleh putusnya jalur utama jalan nasional Padang – Padang Panjang – Bukittinggi beberapa waktu yang lalu. Tidak kurang dari sekitar Rp. 45 Milyar kerugian Sumatera Barat setiap harinya yang antara lain disumbang oleh sektor transportasi, stagnasi transaksi keuangan (jual/beli), batalnya kedatangan turis lokal dan manca negara, rusaknya jalan ruas Simpang Malalak – Padang Luar, serta tertundanya beberapa peluang investasi yang akan masuk ke Sumatera Barat.
Bencana alam yang terjadi diwilayah sentra-sentra pertanian telah menyebabkan rusaknya lahan pertanian dan infrastruktur pertanian itu sendiri, yang mengakibatkan menurunnya kinerja produksi yang berpotensi terjadinya gagal panen. Penurunan produksi ini pada gilirannya merupakan trigger naiknya harga pangan, dan inilah diantaranya yang menyebabkan terjadinya flutuasi inflasi yang fluktuatif di Sumatera Barat.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk menanggulangi dampak bencana alam. Berbagai usulan dan proposal juga sudah diteruskan ke Pemerintah Pusat melalui berbagai Kementerian dan Lembaga. Respon positif pun sudah kita dengar dan Insya Allah Sumatera Barat akan segera pulih. Memperkuat mitigasi bencana adalah solusi yang solutif dan ini sedang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Khusus disektor pertanian yang diyakini penyumbang tenaga kerja yang paling banyak, sudah saatnya mendorong terus pemanfaatan teknologi pertanian yang tepat untuk jenis wilayah dan topografi Sumatera Barat. Kemudian perlu juga difikirkan perkuatan buffer stock (ketersediaan pangan) untuk mengantisipasi bencana sejenis pada masa yang akan datang, walaupun kita berharap dan berdoa agar bencana tersebut tidak menimpa kita lagi. (Rudy Rinaldy Kepala Pelaksana BPBD Sumatera Barat dan Yosi Suryani Dosen Politeknik Negeri Padang)
.Admin BPBD.